Memang sudah sewajarnya manusia mempunyai rasa rendah diri dan selalu mengakui kelemahan mereka hanya dihadapan Allah SWT yang maha pencipta dan maha segalanya. Karena memang dialah sebaik-baiknya pencipta yang memiliki kuasa untuk melakukan segala sesuatunya karena memang semua atas kehendak darinya. Merendahkan diri dihadapannya lah merupakan kemuliaan dan sebaik-baiknya sikap seorang manusia dihadapan Allah SWT. Tetapi jika kebalikannya atau melakukan itu dihadapan sesama makhluk juga itu merupakan kerendahan yang sebenar-benarnya.
Jika di hadapan sesama manusia yang harus dilakukan yaitu rendah hati. Karena semua manusia memiliki derajat yang sama dihadapan Allah SWT. Yang dapat membedakan hanyalah keimanan dan ketakwaan seseorang tersebut kepada Allah SWT. Manusia harus bersikap rendah hati kepada sesamanya untuk menghindari seseorang tersebut dari berlaku sombong terhadap sesamanya.
Imam Ahmad bin Hanbal bercerita, bahwa seorang hamba Allah SWT yang telah dengan rajin beribadah selama tujuh puluh tahun lamanya. Suatu ketika, ia duduk bersimpuh untuk mengadu kepada sang pencipta menyampaikan betapa sedikitnya amalan dan telah banyaknya dosa yang telah ia kerjakan selama ini. karena pengakuannya itulah, datang utusan dari Allah SWT yang menyampaikan kepadanya atas kalam tuhannya, “dudukmu saat ini lebih aku cintai daripada amalan-amalanmu yang telah lewat sepanjang umurmu saat ini.”
Terkadang kita sebagai manusia pun sering khilaf dan lupa diri, bahwasanya kita sebagai manusia secara tidak sadar sering melakukan kesombongan dalam beribadah ataupun dalam memanjatkan doa. Sebagai contoh kita sering merasa bahwa diri kita adalah yang paling sempurna dalam hal melakukan amal sholeh dibandingkan dengan yang dilakukan oleh orang lain. sebagaimana kisah iblis yang diusir dari surga karena merasa diciptakan sebagai makhluk yang sempurna, sedangkan adam terlihat jauh kurang sempurna bahkan terlihat hina dihadapannya.
Imam Ahmad bin Hanbal pernah bercerita di kisah lainnya, seperti yang telah ada dari Kitab az-Zuhd. Katakanlah seorang dari kalangan Bani Israel yang telah beribadah selama enam puluh tahun lamanya, lalu seorang yang ahli ibadah ini memanjatkan permintaan atau doa kepada Allah SWT. Tetapi sayangnya doa yang selalu ia panjatkan tersebut tak kunjung terkabulkan.
Lalu ia berkata kepada dirinya sendiri, “andai saja engkau (yang dimaksud disini yaitu dirinya sendiri) memiliki kebaikan, tentu saja permintaanmu itu akan terkabulkan.” Pada saat itu, ia benar-benar merasa bahwa dirinya tersebut tidak memiliki kebaikan. Akibatnya itulah yang menjadikan keinginannya tidak dipenuhi oleh Allah SWT padahal ia telah memintanya. Setelah itu, pada malam harinya ahli ibadah ini bermimpi. Ia didatangi oleh seorang yang berkata, “tahukah engkau?” tanya orang yang ada didalam mimpi tersebut yang bisa disebut utusannya, “rasa bersalahmu terhadap dirimu sendiri itu lebih baik dari ibadah yang telah engkau lakukan selama puluhan tahun in.” Merasa rendah dihadapan Allah SWT adalah sebuah kemuliaan yang merupakan sebuah pengakuan yang tulus bahwa hanya Allah SWT yang maha kuasa, dengan ketaatan yang dilakukan oleh seseorang ini lah yang hanya bisa dilakukan atau dikerjakan oleh mereka yang menjadi orang yang telah dipilihnya. Tahukah engkau apa saja kesalahan-kesalahan yang sering terjadi dalam berdoa?
- Menyepelekan kekhusyukan dan perendahan diri di hadapan Allah ketika berdoa.
ادْعُواْ رَبَّكُمْ تَضَرُّعاً وَخُفْيَةً إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
“Berdoalah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.” (Q.S. Al-A’raf:55)
Allah ta’ala juga berfirman,
إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَباً وَرَهَباً وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ
“Sesungguhnya, mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) segala kebaikan, dan mereka berdoa kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami.” (Q.S. Al-Anbiya’:90)
Seseorang yang berdoa seharusnya bersikap khusyuk, merendahkan diri di hadapan Allah, tawadhu’, dan menghadirkan hatinya. Kesemua ini merupakan adab-adab dalam berdoa. Seseorang yang berdoa juga selayaknya memendam keinginan mendalam agar permohonannya dikabulkan, dan dia hendaknya tak henti-henti meminta kepada Allah. Sekiranya, dia selalu ingin menyempurnakan doanya dan memperbagus kalimat doanya, agar doa tersebut terangkat menuju Al-Bari (zat yang Maha Mengadakan segala sesuatu), dan itu dilakukannya hingga Allah mengabulkan doa itu.
- Putus asa, merasa doanya tidak akan terkabul, serta tergesa-gesa ingin doanya segera terwujud.
يستجاب لأحدكم ما لم يعجل يقول دعوت فلم يستجب لي
“Doa yang dipanjatkan seseorang di antara kalian akan dikabulkan selama dia tidak tergesa-gesa. Dirinya berkata, ‘Aku telah berdoa namun tidak juga terkabul.’”
Telah diketengahkan, bahwa seseorang yang berdoa sepatutnya yakin bahwa doanya akan dikabulkan, karena dia telah memohon kepada Dzat yang Paling Dermawan dan Paling Mudah Memberi.
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
”Dan Rabbmu berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.”
(Q.S. Al-Mu’min:60)
Barang siapa yang belum dikabulkan doanya, jangan sampai lalai dari dua hal:
- Mungkin ada penghalang yang menghambat terkabulnya doa tersebut, seperti: memutus hubungan kekerabatan, bersikap lalim dalam berdoa, atau mengonsumsi makanan yang haram. Secara umum, seluruh perkara ini menjadi penghalang terkabulnya doa.
- Boleh jadi, pengabulan doanya ditangguhkan, atau dia dipalingkan dari keburukan yang semisal dengan isi doanya. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu,
Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seorang muslim memanjatkan doa yang tidak mengandung dosa dan tidak pula pemutusan hubungan kekerabatan, melainkan Allah akan memberinya salah satu di antara tiga hal: doanya segera dikabulkan, akan disimpan baginya di akhirat, atau dirinya akan dijauhkan dari keburukan yang senilai dengan permohonan yang dipintanya.” Para shahabat berkata, “Kalau begitu, kami akan banyak berdoa.” Rasulullah menanggapi, “Allah lebih banyak (untuk mengabulkan doa kalian).” (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Ya’la dengan sanad jayyid; hadits ini berderajat sahih dengan adanya beberapa hadits penguat dari jalur ‘Ubadah bin Shamit yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan Al-Hakim, serta dari jalur Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Ahmad dan selainnya)
- Berdoa dengan kedudukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta bertawasul dengannya.
Adapun riwayat,
اسألوا بجاهي فإن جاهي عند الله عظيم
“Bertawasullah dengan kedudukanku! Sesungguhnya, kedudukan sangat mulia di sisi Allah,”
maka riwayat ini merupakan sebuah kedustaan besar atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak sahih disandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Bersikap lalim dalam berdoa, misalnya: doa yang isinya perbuatan dosa atau pemutusan hubungan kekerabatan.
سيكون قوم يعتدون في الدعاء
“Akan muncul sekelompok orang yang lalim dalam berdoa.” (H.R. Ahmad, Abu Daud, dan yang lainnya; hadits hasan sahih)
Allah ta’ala berfirman,
ادْعُواْ رَبَّكُمْ تَضَرُّعاً وَخُفْيَةً إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
“Berdoalah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.” (Q.S. Al-A’raf:55)
Contoh sikap lalim: berdoa agar bisa melakukan dosa, agar bencana ditimpakan, atau supaya hubungan kekerabatan terputus. Sebagaimana hadits riwayat At-Tirmidzi dan selainnya dari Ubadah bin Shamit, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ما على الارض مسلم يدعو الله بدعوة إلا آتاه الله إياها ، أو صرف عنه من السوء مثلها ، ما لم يدع بإثم أو قطيعة رحم
“Di muka bumi ini, tidak ada seorang muslim pun yang memanjatkan doa kepada Allah melainkan Allah pasti akan memberi hal yang dipintanya atau Allah akan memalingkannya dari keburukan yang senilai dengan isi doanya, sepanjang dia tidak memohon doa yang mengandung dosa atau pemutusan hubungan kekerabatan.” (H.r. Turmudzi dan Ahmad; dinilai sebagai hadits hasan-shahih oleh Al-Albani)
Saudariku, bersabarlah dalam menanti terkabulnya doa, perbanyak amalan saleh yang bisa menjadi sebab terwujudnya doa, dan jauhi segala kesalahan yang bisa menyebabkan doa tidak kunjung terkabul. Semoga Allah merahmati kita ….
Kita pungkasi tulisan ini dengan memohon kepada Allah, agar Dia tidak menolak doa kita.
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ لاَ يُسْتَجَابُ لَهَا
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyuk, dari jiwa yang tidak pernah puas, juga dari doa yang tidak terkabul.”
(H.R. Muslim, At-Tirmidzi, An-Nasa’i; hadits sahih)
Demikianlah sedikit ulasan tentang bagaimana doa yang dapat terkabulkan, semoga dapat bermanfaat dan memberikan tambahan wawasan kepada para pembaca.
0 Response to "Doa Yang Ditolak, Padahal 60 Tahun Beribadah"
Post a Comment